DPP HAPI saat penyerahan Usulan Peran Advokat dalam RUU KUHAP kepada pimpinan Komisi III DPR RI, Habiburokhan saat RDPU bersama DPP HAPI.(poto:Enal-Iwan/dok.ideNews)
JAKARTA | ideNews – Organisasi Advokat Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia (HAPI) menghadiri undangan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI.
RDPU Revisi KUHAP berlangsung di ruang Komisi III DPR RI Komplek Gedung DPR RI Senayan Jakarta pada Kamis, (15/5/2025) yang berlangsung pukul 13.00 hingga pukul 14.30 Wib.
Saat RDPU tersebut, terungkap 11 poin krusial yang menjadi konsen DPP HAPI yang diusulkan dalam revisi Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP) saat pembahasan bersama Komisi III DPR RI.
11 poin krusial yang dipaparkan ketua Dewan Pembina DPP HAPI, Dr. H. Suhardi Somomoeljono, SH., MH dan menjadi pokok bahasan dalam Rapat dengan pendapat umum terkait RUU KUHAP yang sedang digodok Komisi III DPR RI adalah :
- Kedudukan Aparat Penegak Hukum dan Advokat
- Perlindungan Saksi
- Obstruction of Justice
- Penghinaan Pengadilan Dalam Ruang Sidang (Contempt of Court)
- Asas Miranda Rule
- Ultimum Remedium
- Syarat-Syarat Penetapan Tersangka
- Penghentian Penyidikan
- Wewenang Kejaksaan Untuk Menghentikan Penyidikan
- Kewenangan Jaksa Penuntut Umum Untuk Menggugurkan Tuntutan
- Kewenangan Jaksa Penuntut Umum Melakukan Perdamaian Dengan Tersangka
Sebelum memaparkan satu per satu poin tersebut di atas, Suhardi Somomoeljono menegaskan bahwa sumber dari rancangan RUU KUHAP yang sedang digodok oleh Komisi III DPR RI bersumber dari UU Nomor 1 Tahun 2023.
“Poin-poin yang tercantum dalam RUU KUHAP itu sumbernya tentu UU Nomor 1 tahun 2023 tentang KUHP yang akan berlaku efektif per 1 Januari 2026,” ucap Suhardi.
Lebih lanjut, Ketua Dewan Pembina HAPI ini menerangkan kenapa kedudukan aparat penegak hukum dan Advokat menjadi poin utama dalam usulan yang disampaikan ke Komisi III DPR RI.
BACA JUGA :
Komisi III DPR RI Gelar RDPU Rancangan KUHAP Bersama Organisasi Advokat HAPI
“ini yang paling nomor 1 dan harus kita ketahui bersama, judulnya aparat penegak hukum dan Advokat. Jadi masyarakat harus paham, kedudukan aparat penegak hukum dan Advokat, kadang-kadang banyak Advokat yang mengeluh, kami tidak punya kewenangan apa-apa kecuali mendampingi, lha memang bukan aparat, makanya kita terangkan,” ujar Suhardi.

Suasana Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) DPP HAPI bersama dengan Komisi III DPR RI, terkait Usulan Peran Advokat dalam RUU KUHAP dan mendapatkan tanggapan positif dari salah satu anggota Komisi III yang sedang menyampaikan tanggapan dan pendapatnya.(poto:Enal-Iwan/dok.ideNews)
“Aparat penegak hukum dan Advokat merupakan bagian dari sistem peradilan pidana atau yang disebut criminal justice system Indonesia, sehingga secara khusus berdasarkan asas lex spesialis derogat legi generali memiliki kedudukan yang sederajat selaku penegak hukum sebagaimana telah diatur dalam undang-undang dan kode etik masing-masing sebagai alat kelengkapan penegak hukum dalam melakukan kewenangannya dalam melaksanakan sidang di pengadilan,” sambungnya.
Menurutnya semua penegak hukum seperti Advokat, Jaksa, Polisi dan hakim, semuanya telah memiliki kekhususan di dalam Undang-Udang dan kode etiknya masing-masing.
Hal penting lain yang menjadi sorotan krusial kedua yaitu terkait dengan perlindungan saksi.
Suhardi Somomoeljono mengatakan bahwa saksi tidak bisa mendapatkan pendampingan saat mengalami masalah hukum baik itu di Kepolisian, Kejaksaan maupun di komisi Anti Rasuah yaitu KPK.
Saksi hanya boleh didampingi saat sudah menjadi tersangka, sehingga menurut Suhardi,Dengan adanya revisi RUU KUHAP ini menjadi momen untuk melakukan perbaikan.
“Advokat selaku penasehat hukum dapat mendampingi seseorang atau subjek hukum baik selaku saksi maupun tersangka dalam setiap pemeriksaan, baik pada tingkat penyelidikan sampai pada tingkat penyidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum,” ungkapnya.
“Ini udah betul-betul, hak asasi manusia udah masuk disini, jadi tidak ada lagi setelah KUHAP ini ada keluhan, aku tidak bisa damping di KPK karena belum jadi tersangka,” pungkasnya.
Poin-poin lainnya yang dipaparkan oleh Ketua Dewan Pembina DPP HAPI juga mendapatkan respon positif dari pimpinan dan anggota Komisi III DPR RI.
Seperti diketahui sebelumnya, ditempat yang sama, Ketua Umum DPP HAPI, Dr. (c) Enita Adyalaksmita., S.H., M.H yang menyoroti soal pentingnya merevisi UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
Enita juga menyampaikan soal perlunya merevisi UU Advokat agar terbentuk suatu Dewan Etik Nasional untuk menertibkan profesi advokat yang terdiri dari sekian banyak latar belakang organisasi Advokat yang berbeda.
“Untuk itu kami juga memohon selain itu adalah untuk dapat merevisi UU Advokat pak Ketua, jadi dalam dinyatakan Dewan Etik Nasional agar seluruh anggota yang berlatar belakang dari banyak organisasi Advokat bisa ditertibkan dan teregistrasi oleh Mahkamah Agung,” terang Ketua Umum DPP HAPI.
Selain pentingnya pembentukan Dewan Etik Nasional, Enita juga mempertegas kembali tentang definisi dan implementasi terkait hak Imunitas terhadap Advokat.
“Kami berharap Imunitas Advokat ini juga nantinya dapat terealisasi karena ketentuannya menegaskan bahwa Advokat tidak dapat dituntut secara hukum, atas pernyataan sikap hukum dalam proses pembelaan selama dilakukan dengan itikad baik,” tegasnya.
“Kami sangat mengapresiasi Komisi III bahwa RUU KUHAP telah mengakomodasi sejumlah usulan penting terkait penguatan peran dan perlindungan profesi advokat, yang sebelumnya menjadi sorotan dalam praktik peradilan pidana,”. tutup Enita.